Mahasiswa Power Of change?? masih kah ada??

00.09.00


Mahasiswa Power Of change??
Drop Out itu tindakan kejam, sangat banci. Sejak dulu, cara itu selalu jadi senjata bagi rezim di kampus yang tidak mau capek-capek mendengarkan masukan dan kritik yang datang dari mahasiswa. Amat menyedihkan, karena kita menjadi bangsa yang takut dengan kritik.
Aksi Drop Out kerap kali mendapatkan perlawanan dari kelompok mahasiswa, misalnya di ITB di tahun 1990an awal, dimana ada seorang bernama Deny yang melakukan aksi mogok makan agar 2 orang mahasiswa ITB yang di Drop Out bisa kembali berkuliah.
Dalam orasi-nya ketika itu, Deny mengkritik tindakan Rektor ITB yang jauh lebih kejam dibandingkan dengan rezim kolonial Belanda, karena DO itu menghancurkan masa depan, buku berjudul "Revolusi dari secangkir kopi" merekam protes Deny saat itu;
"Kampus ini berdiri tahun 1920 dengan nama Techische Hooge School (THS) te Bandoeng. Inilah kampus tempat dimana Presiden Indonesia Pertama, Soekarno meraih gelar insinyurnya dalam bidang Teknik Sipil.

Soekarno adalah mahasiswa yang aktif. Ia adalah ketua Himpunan Mahasiswa Pribumi saat penjajahan Belanda waktu itu.
Apakah Soekarno Mahasiswa yang pendiam?
Tidak! Tidak! sudah pasti tidak!
Sebagai ketua perhimpunan mahasiswa pribumi bahkan Soekarno banyak membuat ulah, membuat tulisan, melakukan penggalangan mahasiswa pribumi lainnya untuk protes, yang tentu membuat merah telinga Belanda. Membuat marah Gubernur yang berkuasa.
Kemudian Gubernur Belanda itu mendatangi kampus THS dan meminta Rektor-yang waktu itu dijabat oleh seorang Belanda untuk memecat Soekarno dari kampus, agar Gubernur dengan mudah bisa menjebloskannya ke jeruji penjara.

Namun... Apa jawaban Rektor yang notabene adalah bangsa Belanda waktu itu?
Rektor THS menjawab;
Memang benar Soekarno banyak melakukan protes terhadap pemerintah Belanda. Memang benar Soekarno menggerakan mahasiswa pribumi untuk melawan pemerintah Belanda. Memang benar Soekarno banyak menulis artikel anti-Belanda. Memang benar Soekarno berada di balik tiap aksi yang terjadi.
Namun, ini adalah institusi pendidikan. Saya sebagai Rektor THS tak punya hak sedikitpun untuk memecat Soekarno. Dan tidak punya hak sedikitpun untuk membunuh masa depan mahasiswa cemerlang itu. Itulah jawaban seorang Rektor THS ketika dianjurkan melakukan pemecatan Soekarno dari kampusnya.
Hari ini, puluhan tahun dari peritiwa itu, di tempat yang sama dengan peristiwa itu, dimana kampus ini sekarang dipimpin oleh bangsa kita sendiri. Disaat bangsa ini telah merdeka, ternyata tidak lebih baik dibanding masa lalu dalam hal mendidik. Saat ini justru sikap mengorbankan masa depan anak didik segera dipilih karena dianggap tidak patuh.
Dimana letak bedanya dengan kasus Soekarno? Apakah masih bisa dikatan Rektor yang mengeluarkan mahasiswanya sebagai seorang pendidik?

Inikah alasan Untuk takut melawan atas ketidak adilan yang kita rasakan di dunia Perkuliahan?
jabatan?Tuntutan?Penguasa? yang membuat kita takut akan menegakkan keadilan?
mahasiswa sebagai power of changes tapi kenyataannya 
masih takut akan menegakan keadilan 
masih kah kalian takut akan IPK kalian?

You Might Also Like

0 Komentar